Sabtu, 14 Mei 2011

PERLINDUNGAN KONSUMEN

PERLINDUNGAN KONSUMEN

A. LATAR BELAKANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

Hak konsumen yang di abaikan oleh pelaku usaha perlu di cermati secara seksama. Pada era globalisasai dan perdagangan bebas saat ini, banyak bermunculan berbagai macam produk barang/pelayanan jasa yang di pasarkan kepada konsumen di Tanah Air, baik melalui promosi, iklan, maupun penawaran secara langsung.

Jika tidak berhati-hati dalam memilih produk barang/ jasa yang di inginkan, konsumen hanya akan menjadi objek eksploitasi dari pelaku usaha yang tidak bertanggung jawab. Tanpa di sadari, konsumen menerima begitu saja barang/jasa yang di konsumsinya.

Perkembangan perekonomian, perdagangan, dan perindustrian yang kian hari kian meningkat telah memberikan kemanjaan yang luar biasa kepada konsumen karena ada beragam variasi produkbarang dan jasa yang bisa di konsumsi. Perkembangan globalisasi dan perdagangan besar di dukung oleh teknologi informasi dan telekomunikasi yang memberikan ruang gerak yang sangat bebas dalam setiap transaksi perdagangan, sehingga barang/jasa yang di pasarkan dengan mudah dapat di konsumsi.

B. DEFINISI PERLINDUNGAN KONSUMEN

Setelah membicarakan latar belakang masalah hak konsumen tersebut, kita perlu mengetahui apa yang dimaksud dengan “perlindungan konsumen”. Berdasarkan UU perlindungan konsumen pasal 1 angka 1 disebutkan bahwa “Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.”

Dari latar belakang dan definisi tersebut kemudian muncul kerangka umum tentang sendi-sendi pokok pengaturan perlindungan konsumen, yang kurang lebih dapat di jabarkan sebagai berikut.

1. Kesederajatan antar konsumen dan pelaku usaha.

2. Konsemuen mempunyai hak

3. Pelaku usaha mempunyai kewajiban

4. Pengaturan tentang perlindungan konsumen berkontribusi pada pembangunan nasional

5. Perlindungan konsumen dalam iklim bisnis yang sehat

6. Keterbukaan dalam promosi barang atau jasa

7. Pemerintah perlu berperan aktif

8. Masyarakat juga perlu berperan serta

9. Perlindungan konsumen memerlukan terobosan hukum dalam berbagai bidang

C. PERBUATAN YANG DILARANG BAGI PELAKU USAHA

· Pasal 8

(1). Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang :

a. tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan;

b. tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto , dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut;
c. tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;

d. tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label , etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
e. tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode,atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;

f. tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN promosi penjualan barang danm/atau jasa tersebut;
g. tidak mencvantumkan tanggal kadaluawarsa atau jangka waktu penggunaan/-pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu;

h. tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal sebagaimana pernyataan ”halal” yang dicantumkandalam label;

i. tidak memasang label atau membuat penjelsan barang yang memuat nama barang,ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, atauran pakai, tanggal pembuatan,akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketenttuan harus di pasang/dibuat;

j. tidak mencantumkan infdormasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentguan perundang-undangan yang berlaku.
(2). Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud.

(3). Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan terrcemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar.

(4). Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran.

· Pasal 9

(1). Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah :

a. barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga, harga khusus,standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu;

b. barang tersebut vdalam keadaan baik dan/atau baru;

c. barang dan/atau jasa tersebut telah mendapatkan dan/atau memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu,` ciri-ciri kerja atau aksesories tertentu;

d. barang dan/atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan atau afiliasi;

e. barang dann/atau jasa tersebut tersedia;

f. barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyyi; DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

g. barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu;

h. barangtersebut berasal dari daerah tertentu;

i. secara langsuung atau tidak langsuung merendahkan barang dan/atau jasa lain;

j. mengguunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman, tidak berbahaya,tidak menganduung risiko atau efek samping tanpa keterangan yang lenggkapp;
k. menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.

(2) Barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang untuk diperdagangkan.
(3). Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap ayat (1) dilarang melanjutkan penawaran, ppromosi, dan pengiklanan barang dan/atau jasa tersebut.

· Pasal 10

Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai :

a. harga atau tariff suatu barang dan/atau jasa;

b. kegunaan suatu barang dan/atau jasa ;

c. kondisi, tanggungan, jamiinan, hak atau ganti rugi atas suatu barang da/atau jasa;

d. tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan;

e. bahaya penggunaan barang dan/atau jasa.

· Pasal 11

Pelaku usaha dalam hal penjualan yang dilakukan melalui cara obral atau lelang, dilarang mengelabui/menyesatkan kosumen dengan :

a. menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah telah memenuhi standar mutu tertentu;

b. menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah tidak mengandung cacat tersembunyi;

c. tidak berniat untuk menjual barang yang ditawarkan melainkan dengan maksud untuk DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN menjual barang lain;

d. tidak menyediakan barang dalam jumlah tertentu dan/atau jumlah yang cukup dengan maksud menjual barang yang lain;

e. tidak menyediakan jasa dalam kapasitas tertentu atau dalam jumlah cukup dengan maksud menjual jasa yangg lain;

f. menaikkan harga atau barang dan/atau jasa sebelum melakujkan obral.

· Pasal 12

Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosiikan atau mengiklankan suatu barang dan/atau jasa dengan hharga tarif khusus dalam waktu dan jumlah tertentu, jika pelaku usaha tersebut tidak bermaksud untuk melaksanakannya sesuai dengan waktu dan jumlah yang ditawarkan, dipromosikan, atau diiklankan.

· Pasal 13

(1). Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan suatu barang dan/atau jasa dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan / atau jasa lain secara Cuma-Cuma dengan maksud tidak memberikannya atau memberikan tidak
sebagaimana yang dijanjikan

(2). Pelakun usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan obat, obat tradisional, suplemen makanan, alat kesehatan, dan jasa pelayanan kesehatan dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan/atau jasa lain.

· Pasal 14

Pelaku usha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dengan memberikan hadiah melalui cara undian, dilarang untuk :

a. tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu yang dijanjikan;
b. menguumumkan hasilnya tidak melalui mmedia massa;
c. memberikan hadiah tidak sesuai dengan yang dijanjikan;
d. mengganti hadiah yyang tidak setara dengan nilai hadiah yang dijanjiikan.

· Pasal 15

Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa dilarang melakukan dengan cara pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan baik fisik maupun psikis terhadap
DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN konsumen.

· Pasal 16

Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa melalui pesanan dilarang untuk :

a. tidak menempati pesanan dan/untuk kesempatan waktu penyelesaian sesuai dengan yang dijanjikan;

b. tidak menempati janji atas suatu pelayanan dan/atau prestasi.

· Pasal 17

(1). Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang :
a. mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan dan haga barang dan/atau tarif jasa serta ketepatan waktu penerimaan barang dan/atau jasa;

b. mengelabui jaminan/garansi terhadap barang dan/atau jasa;
c. memuat informasi yang keliru, salah, atau tidak tepat mengenai barang dan/atau jasa;

d. tidak memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang dan/atau jasa;
e. mengeksploitasi kejadian dan/atau seseorang tanpa seizin yang berwenang atau persetujuan yang bersangkutan;

f. melanggar etika dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai periklanan.

(2). Pelaku usaha periklanan dilarang melanjutkan peredaran iklan yang telah melanggar ketentuan pada ayat (1).


Selasa, 10 Mei 2011

HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL (HAKI)

A. PENGERTIAN

Hak Kekayaan Intelektual yang disingkat ‘HKI’ atau akronim ‘HaKI’ adalah padanan kata yang biasa digunakan untuk Intellectual Property Rights (IPR), yakni hak yang timbul bagi hasil olah pikir otak yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna untuk manusia.

Pada intinya HaKI adalah hak untuk menikmati secara ekonomis hasil dari suatu kreativitas intelektual. Objek yang diatur dalam HaKI adalah karya-karya yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia.

Secara garis besar HAKI dibagi dalam dua bagian, yaitu:

  1. Hak Cipta (copy rights)
  2. Hak Kekayaan Industri (Industrial Property Rights), yang mencakup:

· Paten;

· Desain Industri (Industrial designs);

· Merek;

· Penanggulangan praktik persaingan curang (repression of unfair competition);

· Desain tata letak sirkuit terpadu (integrated circuit);

· Rahasia dagang (trade secret);

3. Di Indonesia badan yang berwenang dalam mengurusi HaKI adalah Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual, Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI.

4. Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang selanjutnya disebut Ditjen HaKI mempunyai tugas menyelenggarakan tugas departemen di bidang HaKI berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kebijakan Menteri.

Pada tahun 1994, Indonesia masuk sebagai anggota WTO (World Trade Organization) dengan meratifikasi hasil Putaran Uruguay yaitu Agreement Astablishing the World Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia). Salah satu bagian terpenting darti persetujuan WTO adalah Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights Including Trade In Counterfeit Goods (TRIPs). Sejalan dengan TRIPs, pemerintah Indonesia juga telah meratifikasi konvensi-konvensi Internasional di bidang HaKI, yaitu :

a. Paris Convention for the protection of Industrial Property and Convention Establishing the World Intellectual Property Organization, dengan Keppres No. 15 Tahun 1997 tentang perubahan Keppres No. 24 Tahun 1979;

b. Patent Coorperation Treaty (PCT) and Regulation under the PTC, dengan Keppres NO. 16 Tahun 1997;

c. Trademark Law Treaty(TML) dengan Keppres No. 17 Tahun 1997;

d. Bern Convention for the Protection of Literaty and Artistic Works dengan Keppres No. 18 tahun 1997;

e. WIPO copyrights treadty (WCT) dengan Keppres No. 19 tahun 1997;

Di dalam dunia internasional terdapat suatu badan yang khusus mengurusi masalah HaKI yaitu suatu badan dari PBB yang disebut WIPO (WORLD INTELLECTUAL PROPERTY ORGANIZATIONS). Indonesia merupakan salah satu anggota dari badan tersebut dan telah diratifikasikan dalam Paris Convention for the Protection of Industrial Property and Convention establishing the world Intellectual Property Organization, sebagaimana telah dijelaskan diatas.

Memasuki millenium baru, hak kekayaan intelektual menjadi isu yang sangat penting yang selalu mendapat perhatian baik dalam forum nasional maupun internasional. Dimasukkannya TRIPs dalam paket persetujuan WTO di tahun 1994 menandakan dimulainya era baru perkembangan HaKI diseluruh dunia. Dengan demikian saat ini permasalahan HaKI tidak dapat dilepaskan dari perdagangan dan investasi. Pentingnya HaKI dalam pembangunan ekonomi dalam perdagangan telah memacu dimulainya era baru pembangunan ekonomi yang berdasar ilmu pengetahuan.

B. DASAR HUKUM

Dasar hukum mengenai HaKI di Indonesia diatur dengan undang-undang Hak Cipta no.19 tahun 2003, undang-undang Hak Cipta ini melindungi antara lain atas hak cipta program atau piranti lunak computer, buku pedoman penggunaan program atau piranti lunak computer dan buku-buku (sejenis) lainnya. Terhitung sejak 29 Juli 2003, Pemerintah Republik Indonesia mengenai Perlindungan Hak Cipta, peerlindungan ini juga mencakup :

· Program atau Piranti lunak computer, buku pedoman pegunaan program atau piranti lunak computer, dan buku-buku sejenis lainnya.

· Dari warga Negara atau mereka yang bertempat tinggal atau berkedudukan di Amerika Serikat, atau

· Untuk mana warga Negara atau mereka yang bertempat tinggal atau berkedudukan di Amerika Serikat memiliki hak-hak ekonomi yang diperoleh dari UNDANG-UNDANG HAK CIPTA, atau untuk mana suatu badan hukum (yang secara langsung atau tak langsung dikendalikan, atau mayoritas dari saham-sahamnya atau hak kepemilikan lainnya dimiliki, oleh warga Negara atau mereka yang bertempat tinggal atau berkedudukan di Amerika Serikat) memiliki hak-hak ekonomi itu;

· Program atau piranti lunak computer, buku pedoman penggunaan program atau piranti lunak computer dan buku-buku sejenis lainnya yang pertama kali diterbitkan di Amerika Serikat.

KETENTUAN PIDANA

PASAL 72

1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).

(2) Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 500.000.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).

(3) Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu Program Komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 500.000.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).

(4) Barang siapa dengan sengaja melanggar pasal 17 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000.000,00 (Satu milyar rupiah).

(5) Barang siapa dengan sengaja melanggar pasal 19, pasal 20, atau pasal 49 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 150.000.000.000,00 (Seratus lima puluh juta rupiah).

(6) Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar pasal 24 atau pasal 55 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 150.000.000.000,00 (Seratus lima puluh juta rupiah).

(7) Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar pasal 25 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 150.000.000.000,00 (Seratus lima puluh juta rupiah).

(8) Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar pasal 27 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 150.000.000.000,00 (Seratus lima puluh juta rupiah).

(9) Barang siapa dengan sengaja melanggar pasal 28 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 1.500.000.000.000,00 (Satu milyar lima ratus juta rupiah).

Disamping itu, anda danatauatau perusahaan anda juga dapat dikenakan gugatan perdata dari pemegang atau pemilik hak cipta itu, yang dapat menuntut ganti rugi dan atau memohon pengadilan untuk menyita produk-produk bajakan tersebut dan memerintahkan anda atau perusahaan anda menghentikan pelanggaran-pelanggaran itu.

· Sumber:

www.kemenperin.go.id/asp/pelatihan_ikm/haki/haki