·
L/C sebagai cara pembayaran ternyata
juga dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan tindak pidana perbankan
yang termasuk kejahatan kerah putih (white
collar crime) yang sangat merugikan bank dan Negara.
·
Kasus Posisi
PT. Gramindo Mega Indonesia (GMI)
dengan pemegang saham mayoritas (35%) dan direktur utama NY. Maria Pauline
Lumowa adalah perusahaan yang tercatat sebagai nasabah giro pada BNI’46 Cabang
Kebayoran Baru sejak bulan Agustus 2002. Bidang usahanya adalah komoditi
eksport pasir kuarsa dan minyak residu dengan tujuan ekspor Negara-negara Timur
Tengah.
Sejak Oktober 2002 berdasarkan L/C
yang diterima GMI dari sejumlah bank non koresponden Bank BNI’46 antara lain Dubai Bank Kenya Ltd, Rostbank
Switzerland S.A., Middle East Bank Kenya Ltd dan The Wall Street Banking Corp
Cook Island maka BNI’46 melakukan negosiasi wesel ekspor (Wesel Export Usance), artinya atas L/C yang diterima GMI tersebut
BNI’46 melakukan pembayaran terlebih dahulu (mengambil alih L/C) kemudian atas
dasarnegosiasi tersebut BNI’46 akan menunggu pembayaran dari bank penerbit,
apabila pembayaran tersebut menjadi hak BNI’46.
Negosiasi yang dilakukan mencapai
angka Rp. 1.700.000.000.000,00 untuk 37 L/C dan dijamin dengan wesel eksport,
dari nilai L/C tersebut bank penerbit tidak melakukan pembayaran (un paid). BNI’46
kemudian melakukan penagihan kepada GMI. GMI hanya membayar sebesar Rp.
400.000.000.000,00 sehingga masih ada kekurangan sebesar Rp.
1.300.000.000.000,00 yang merupakan potensial
loss yang harus di tanggung BNI’46
·
Analisi kasus
Keputusan BNI’46 melakukan negosiasi
atas L/C yang diterima GMI terlalu cepat mengingat GMI nasabah baru sehingga
belum diketahui secara pasti dan belum dikenal bonafiditas, kredibilitas serta
kebiasaan transaksinya. Keputusan suatu bank bersedia melakukan negosiasi atas
L/C yang diterima oleh nasabahnya seharusnya melalui tahapan analisis yang
mendalam mengingat risiko bank atas negosiasi tersebut sanga tinggi.
Apabila bank tidak yakin akan penerbitan
L/C tersebut dan bonafiditas nasabahnya belum diketahui maka bank cukup
bertindak sebagai bank penerus saja dan penagih (collect) sehingga fungsi bak
ini seperti Advising Bank (meneruskan
tanpa ada tanggung jawab), apabila Bank penerbit L/C melakukan pembayaran maka
bank yang menerima pembayaran akan memberitahu kepada pihak penjual. Keyakinan bank
akan suatu L/C yang diterbitkan oleh bank di luar negri dapat dilakukan apabila
bank penerbit L/C tersebut telah memiliki hubungan baik serta diyakini bahwa
bank tersebut tidak mungkin melakukan un paid. Keterlibatan bank korespondensi
ini sekaligus untuk meyakini bahwa L/C tersebut asli bukan palsu karena bank
yang akan melakukan negosiasi mengetahui secara pasti test key yang dilakukan
yang dibuat oleh bank korespondesninya.
Bank korespondensi yang berada di Negara
importer hal ini juga untuk menghindari ekspor fiktif, karena penerbitan L/C yang
dilakukan oleh bank korespondensi pasti melalui mekanisme penerbitan L/C yang
sangat prinsip yaitu permohonan dari pihak pembeli dan dipenuhinya syarat-syarat
dan prosedur pembukaan L/C yang telah ditentukan oleh bank penerbit L/C. wesel
eksport yang digunakan untuk menjamin pencairan L/C tersebut ternyata fiktif
atau palsu.
Pencairan L/C tersebut masuk
rekening-rekening milik GMI dan serta beberapa perusahaan yang berada dalam
grupnya yaitu PT. Metrantara, PT. Bhinekatama Pacific, PT. Triranu Charaka
Pacific, PT. Basco Masindo, PT. Magnetique Usaha Es, PT. Feri Masterindo.
·
Isi dan proses dari L/C yang dinegosiasi
BNI’46 mengandung beberapa kejanggalan yaiut:
1. Kuantitas
barang yang dikirim tidak wajar mencapai 1,5 juta metric metric ton pasir
kuarsa dalam 1 kali pengapalan. Jumlah tersebut
tidak mungkin diangkut dalam sekali pengapalan, hal ini dilakukan agar nilai
L/C tinggi yaitu rata-rata Rp. 35. 000.000.000,00 per L/C.
2. Pelabuhan
tujuan didalam B/L tidak disebutkan nama pelabuhan yang pasti, tetapi hanya
disebutkan China Port.
3. Syarat
dokumen yag harus diserahkan tidak menyebutkan pemberian Ekspor Barang (PEB)
yaitu dokumen yang di gunakan untuk mengetahui atau menjadi bukti adanya
pengiriman barang.
4. Checking
document verifikasi keabsahan terhadap dokumen pengapalan atau B/L tidak
dilakukan, dikemudian hari terbukti bahwa perusahaan pengapalan merupakan satu
grup dengan GMI.
5. Dokumen
L/C belum lengkap sudah dilakukan pembayaran atas keputusan Customer Service
tanpa diketahui oleh pimpinan cabang, termasuk perpanjangan jangka waktu L/C
yang akan jatuh tempo.
·
Kesimpulan
1. Dalam
melaksanakan atau memproses permohonan negosiasi/diskonto wesel ekspor oleh
suatu bank harus dilakukan secara hati-hati (prudent) dan meyakini kredibilitas
serta reputasi nasabah (know your customer principles)
2. Adanya
pemisahan unit kerja dalam hal proses keputusan untuk melakukan negosiasi.
3. Resiko
atas negosiasi L/C yang diterbitkan oleh bukan bank korespondensi sangat tinggi
dan tidak sebanding fee yang diterima, sehingga keputusan negosiasi ini sangat
gegabah dan tidak rasional.
4. Kewenangan
yang cukup besarpada 1 unit kerja berada di suatu kantor cabang.
5. Adanya
unsure pidana dalam kasus BNI’46 yang melibatkan pihak intern BNI’46 (fraud,
beberapa tersangka telah diperiksa bahkan Pengadilan Negri Jakarta Selatan
telah memutuskan bersalah karena melakukan tindak pidana korupsi 2 pegawai BNI’46
yaitu Edi Santoso mantan Kepala Divisi Pelayanan Luar Negri dengan hukuman
penjara seumur hidup, dan denda sebesar Rp. 1.000.000.000,00 Kusandiyuwono
mantan Kepala Cabang BNI’46 Kebayoran Baru hukuman penjara 16 Tahun dan denda
Rp. 500.000.000,00. Saat ini pengadilan juga sedang memeriksa 5 orang terdakwah
yang lain yaitu Olan Abdullah Agam dan Richard Konto semua nya direktur utama
perusahaan-perusahaan yang menerima aliran dana pencairan tersebut atau yang
terlibat dalam perkara pembobolan BNI’46.
6. Tidak
berjalannya fungsi internal controe secara optimal sehingga tidak dapat
mencegah negosiasi untuk L/C selanjutnya, seharusnya internal control
mengetahui adanya un paid L/C sehingga untuk L/C selanjutnya tidak menerima
negosiasi melainkan collectiov saja. Pengawasan intern pada bank seringkali
bertindak apabila ada kejadian dan umumnya kejadian tersebut setelah mencapai
nilai kerugian yang besar.